Skip to main content
Banawa Maiyah

follow us

Like Facebook | Follow Instagram

Syair Lautan Jilbab


Hal Wanita Telanjang


Kaum lelaki berdebat riuh di anatara mereka, "untuk apa engkau menganjurkan baju kurung dan jilbab, sedang engkau amat senang melihat wanita telanjang?"

"Persis. Aku amat senang melihat wanita telanjang. Amat senang. Aku lelaki tulen!"

"Untuk apa engkau umumkan bahwa membuka aurat adalah merubah keindahan menjadi setan,sedang bagimu keindahan tubuh wanita adalah kenikmatan?"

"Bagiku tubuh wanita adalah kenikmatan. Siapakah ku itu? Aku senang melihat wanita telanjang. Siapa aku yang dimaksud? Ketika aku makan, aku di situ ialah badan dan napsu makan. Ketika aku mengaji Qur'an, aku di situ adalah ruh. Ketika aku mencintai ibu atau istriku, aku adalah hati dan perasaan. Maka siapakah aku yang menyukai dan menikmati keindahan tubuh setiap wanita telanjang?

Ialah napsu badan. Gairah jasmani. Apa kau pikir aku telah memeras kemanusiaanku menjadi hanya sebongkah badan sehingga aku berpihak hanya kepada keindahan jasmani wanita?

Badan adalah bagian paling dangkal dari kodrat kemanusiaan. Badan hanya sanggup menikmati kesenangan dan keenakan. Orang Badan menjalani hidup berdasarkan senang atau tak senang, enak atau tak enak. Ia merusak dunia melalui badan politik, badan kebudayaan dan badan benda-benda. Ia menghalalkan segala yang disenangi dan mengharamkan apa yang ia benci.

Jiwa merupakan bagian yang lebih mendalam. Ruh adalah inti kemanusiaan. Hanya ruh yang sanggup mendekati kebahagiaan yang sejati. Hanya ruh yang sanggup bertemu dengan sejatinya kebenaran, sejatinya kebaikan dan sejatinya keindahan.

Tiga Kesejatian itu bergabung menjadi getaran kebahagiaan yang sebenar-benarnya kebahagiaan. Dan getaran ruh kebahagiaan itu aku, ketika mengajurkan baju kurung dan jilbab.

"Jadi apakah engkau menolak badan?"

"Aku memenangkan ruh atas badan. Aku menggerakan ruh untuk menaklukan badan"

"itu adalah keyakinanmu yang bersifat pribadi. Berhakkah engkau menganjurkan keluar kepada orang lain?"

"Anjuran adalah makhluk yang memiliki hak untuk diungkapkan. Terhadap anjuran itu ada tiga kemungkinan. Engkau menolaknya. Engkau menerimanya. Atau engkau mengujinya, baik dalam keluasan proses peradaban dengan rentang waktu yang panjang, maupun dalam peristiwa yang sekilas dan sementara"

"Yakin engkau terhadap keyakinanmu?"

"Yakin engkau terhadap ketidakyakinanmu?"

"Aku tidak memerlukan keyakinan atau ketidakyakinan. Yang aku persoalkan adalah kenapa kau memilih mempengaruhi orang lain dan tidak membiarkan saja mereka memproses pilihannya sendiri?"

"Tiap hari orang mengiklankan susu bubuk, obat gosok, oli mesin, bahkan pornografi dan keganasan. Apakah jilbab tidak cukup punya kemungkinan untuk bermanfaat bagi manusia dibanding pornografi dan korupsi umpamanya? sedangkan ilmu maling diajarkan, sedangkan kemunafikan ditata dengan amat seksama"

" Gobloglah orang yang dimakan iklan. Juga gobloglah wanita yang memakai jilbab hanya karena anjuran dari orang lain. Sebaiknya kita memberi peluang seluas mungkin bagi setiap orang untuk menentukan dirinya sendiri, untuk menentukan pilihanya sendiri tanpa kita pengaruhi"

"Itu kearifan yang naif. Bahkan kalau kau bawa anakmu ke pelosok hutan, ia akan mengaum seperti harimau yang mempengaruhinya. Ini jaman iklan. Watak manusia dibentuk oleh pemenang-pemenang iklan. Toh Jilbab itu aku tidak mengutip ayat Qur'an yang mewajibkan wanita memakainya, sebab hal itu sudah dilakukan oleh beribu-ribu Kiai dan sudah tak ditaati oleh berjuta-juta anggota umatnya.

Aku hanya mengatakan bahwa aku setuju jilbab karena aku amat senang melihat wanita berpakaian ketat tipis sehingga pakaian itu kehilangan fungsi sebagai pakaian. Lebih senang lagi kalau banyak wanita bersedia telanjang dan berjalan keluar rumah.

Hanya saja, soalnya, aku ingin belajar mengerjakan apa yang tak kusukai dan meninggalkan apa yang kusukai. Dengan begitu aku akan mengerti benar apa-apa yang sungguh-sungguh disenangi oleh diriku yang sejati!"

"Terimakasih, tapi aku berusaha tidak terpengaruh oleh iklanmu tentang kesejatian itu. . ." (hlm 41- 44)

Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : SIPRESS
Cetakan Pertama 1989
Dipublikasikan : Banawa Maiyah

You Might Also Like:

Oldest PostOldest Post
Buka Komentar