Skip to main content
Banawa Maiyah

follow us

Like Facebook | Follow Instagram

FOLKLORE MADURA

 
Nasib Kang Shobary

Salah satu sahabat yang amat saya sayangi di dunia ini namanya Muhammad Shobary. Ia seorang master ilmu sosial lulusan Melbourne, sehingga sangat bangga bahwa ia asli ndeso kluthuk mBantul Yogya.

Cara omong sehari-harinya juga tetap lugu dan tradisional seperti Kang Marto Soto atau Dulimin Ojek. Pakaian dan seluruh penampilannya sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia seorang ilmuwan top, seorang peneliti profesional serta kolumnis yang pinilih. Bahkan pekerjaan sehari-harinya setiap ia ketemu kawan, hampir selalu menawarkan diri untuk memijat, meskipun ia memang terlihat sangat menikmati kalau orang yang dipijatnya kesakitan dan atho-atho.

Kalau Anda pernah mereka-reka bagaimana bleger-nya Bagong anak bayangan Kiai Semar, maka pandanglah Shobary--- ya dia itu Bagong sebagong-bagongnya. Bukan hanya wujudnya, tapi juga kebersahajaannya, pemikiran kerakyatannya, dan juga mungkin suwal-nya.

Tapi itulah yang membuat ia terkadang bernasib sial. Orang dengan praen dan potongan macam itu pada suatu pagi masuk kantor besar sebuah redaksi koran nasional di gedung bertingkat. Tanpa ba-bi-bu ia langsung duduk di depan salah satu komputer dan langsung menekan-nekan keyboard untuk menulis kolom.

Belum sampai lima menit seorang wartawan junior datang, kaget dan berpikir, "Ini Pak Bon kok berani-berani dulinan komputer!" Maka ia tegur dengan nada membentak, disuruh berhenti menulis dan pergi.

Kang Bagong Sobary pun Kluntuk-kluntuk keluar kantor. Ia duduk diteras, sampai kemudian datang Boss, redaktur senior yang mengenalnya sebagai bukan saja seorang yang dihormati, tapi juga sangat dibutuhkan oleh koran tersebut, "Lho, kok sampeyan di sini? Ayo silahkan masuk. Kita ngobrol di dalam..."

Bagong dipersilahkan masuk ruang tamu elite, mengobrol ngalor ngidul dengan sang redaktur senior. Sampai kemudian si wartawan junior mengetuk pintu hendak menghadap seniornya, dan kaget setengah  mati melihat "Pak Bon" sedang pethingkrangan di ruang yang ia sendiri duduk saja tidak berani tanpa diinzikan oleh bossnya. Wajahnya pucat. Segera ia keluar lagi, kemudian bertanya kepada rekan-rekannya siapa itu yang sedang dijamu oleh boss.

Akhirnya si junior mengetuk pintuk lagi, dan dengan mulut gemetar ia membungkuk di depan Kang Master Shobary sambil berkata: "Saya minta maaf Mas, tadi saya tidak tahu, saya pikir siapa, ternayata kok Mas Achmad Tohari...."

(halaman 71-73)

Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : PROGRESS
Cetakan Kedua 2005
Dipublikasikan : Banawa Maiyah

You Might Also Like:

Buka Komentar