Skip to main content
Banawa Maiyah

follow us

Like Facebook | Follow Instagram

Ziarah Pemilu Ziarah Politik Ziarah Kebangsaan

 
'Membeli Fitnah'

Benarkah ada sanak saudaramu yang harus berkorban sedemikian besar, sampaipun nyawanya, demi keserekahan sejumlah orang---yang bahkan tak dikenalnya---terhadap sekati upah?

Benarkah anggota keluarga Anda harus membaya segitu mahal kepada pentas primodialisme yang sempit? Demi fanatisme dan taqlid yang sebuta-butanya. Atau bahkan demi pertarungan yang hanya berisi kebodohan, nafsu dan emosi yang tidak jernih arahnya, serta ketidakpahaman dan ketergesaan.

Maka kecemasan yang saya alami tidak hanya terhadap kemungkinan chaos yang heboh, tapi juga terhadap kebebalan yang 'tenang'.

Diam-diam, sesungguhnya, jauh di lubuk jiwa saya terdapat juga rasa asyik menyaksikan atau mengalami benturan dan peperangan. Tapi untuk apa dulu? Bersediakah Anda mengalami itu semua untuk suatu kesibukan nasional satu bulan yang ada hakekat dan kenyataanya tidak ada keterkaitan yang realistis dengan perjuangan nasib Anda sendiri sebagai rakyat kecil?

Bertamulah ke rumah orang-orang pandai. Para dosen, pastur atau kiai. Bertanyalah kepadanya apakah gegap gemita yang sedang kita selenggarakan hari-hari ini memiliki prospek yang nyata terhadap impian perubahan yang sesungguhnya, yang nasib struktural rakyat bergantung padanya?

Maka bergembiralah dengan semua pesta itu, namun dengan sanggup melakukan pengaturan takaran. Pacing. Bukan menyediakan pasak yang jauh lebih besar dibanding tiang rapuh yang tersedia sekarang ini.

Ada anak-anak muda 'minta izin'---anehnya---kepada saya. "Cak, biar deh saya dipenjara, asalkan puas hati ini. Ayolah kapan kita serbu dan bakar....!"

Tentu saja saya masih bisa tidak gila untuk memberikan jawaban yang tepat terhadap desakan emosi kerakyatan---yang sesungguhnya saya mafhum benar latar belakangnya. Semangatnya penuh enerji 'jihad', tapi belum ada titik koordinat yang menyilangkan pertemuan antara konteks atau tema dengan momentum yang tepat.

Kalau boleh, naluri seperti itu hendaklah 'dipenjarakan' bis-shabri was-shalah---sampai ada konteks dan sa'ah sejarah di mana gumpalan tenaga semacam itu kita perlukan.

Jiwa kekanak-kanakan saya juga punya semacam rasa senang terhadap letusan-letusan kecil atau besar, dengan tema apapun. Tapi yang disebut 'agama' adalah kesanggupan mental dan akal budi untuk tidak menggerakkan kaki kehidupan ini berdasarkan apa yang kita sukai, melainkan berdasarkan apa yang wajib dan benar menurut Allah.

Saya mohon maaf untuk mengatakan hal seperti ini. Bahkan terhdapa fitnah-fitnah besar dalam hidup saya, insyaallah saya bukan hanya tak bersedia meladeni atau mengeluarkan enerji sedikitpun---melainkan, kalau perlu, saya bersedia membayar orang-orag yang memfitnah saya, demi ma'unah, fadhilah dan karamah.

Maka kalau saya merasa cemas, insyaallah kecemasan yang saya maksudkan bukanlah situasi mental, melainkan manifestsi dari kesadaran akan pengetahuan dan kewajiban hidup.

Pernahkah Anda bertanya kepada diri sendiri seberapa bear kadar keprihatian dan kecemasan Anda terhadap terhadap tingkat kemunkaran politik, hukum dan ekonomi di sekitar kita. Seberapa besar pulakah kecemasan Anda terhadap kenyataan berapa orang-orang justru tidak cemas terhadap itu semua? Seberapa cemaskah Anda terhadap ketidakpedulian kita semua atas seberapa jauh bangsa ini mengalami 'defisit nilai' demokrasi, moral, keberbudayaan dan keberadaban. Dalam bentuknya yang kasar dan transparan, maupun yang halus, canggih dan kita sangka kebaikan dan kententraman?


(halaman 18-21)

Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Zaituna
Cetakan Pertama 1999
Dipublikasikan : Banawa Maiyah

You Might Also Like:

Buka Komentar