Skip to main content
Banawa Maiyah

follow us

Like Facebook | Follow Instagram

Demokrasi Tolol versi Saridin

 
Nasib Gus Dur

Banyak kisah dan mitos tentang kehebatan para Wali dan Kiai yang menyangkut ada atau tak adanya mereka, hadir atau tak hadirnya mereka, alias diseksistens atau eksistens mereka di suatu tempat dan waktu tertentu.

Di pesantren tertentu, sudah jamak adanya berita bahwa Pak Kiai tidak bisa menemui tamu karena sedang jum'atan di Mekkah. Seorang Imam bahkan diyakini ummatnya memberikan khutbah Jum'at di tiga masjid sekaligus pada waktu siang. Wali lainnya mengaji di biliknya, dan pada saat yang bersamaan sedang memberikan pengajian di kabupaten sebelah.

Kalau ada seribu orang di tempat yang berbeda-beda melakukan salat sunnah dan berwirid lantas masing-masing ketemu Rasulullah atau Maulana Malik Ibrahim atau Syech Junaid al-Baghday, malah lebih gampang dipahami. Anda tidak bisa bertanya: "Apakah Rasulullah menemui seribu orang sekaligus di tempat yang berbeda-beda?" Sebab hakekat wujud dan maqam Rasulullah kini sudah pasca-jumlah---tidak satu, tidak dua, tidak seribu---dan tidak terikat oleh sistem ruang dan waktu sebagaimana yang mengurung hidup kita.

Terlebih-lebih lagi, saya anjurkan Anda jangan berkata begini: "Rasulullah sudah wafat, jadi bagaimana mungkin seseorang ketemu dengan beliau kecuali dalam halusinasinya..." Sebab, jangankan Rasulullah, sedangkan para prajurit Islam yang syahid di perang Badar saja menurut Allah tidak mati.

Adapun Gus Dur, ia bisa datang di suatu tempat tanpad hadir ditempat itu. Atau sebaliknya: ia tidak hadir, namun orang bertemu dengannya.

Suatu hari, sebuah universitas mengundang Gus Dur untuk berceramah. Dan sudah pasti omongannya membakar telinga banyak orang, sehingga Pembantu Rektor III memanggil panitia, dan kemudian PR-III itu dipanggil oleh pihak berwajib.

Sang PR-III menjelaskan: "Maaf, Pak. Saya ini dijebak oleh mahasiswa. Mereka bilang mengundang Gus Dur, jadi ya saya izinkan: mosok saya keberatan wong yang diundang Gus Dur. Tapi ternyata lha kok yang datang bicara itu KH Abdurahman Wahid!"

Setelah memperoleh penjelasan panjang lebar, sang aparat mafhum dan berkata: "Kalau begitu lain kali yang teliti. Kalau ngundang Gus Dur ya jangan sampai yang hadir Abdurahman Wahid atau orang lainnya lagi...."

Jadi, Gus Dur ini mampu hadir, tapi ia tak ada, sebab yang ada adalah KH Abdurahman Wahid.

(halaman 15-16)

Penulis : Emha Ainun Nadjib
Penerbit : Zaituna
Cetakan Pertama1998
Dipublikasikan : Banawa Maiyah

You Might Also Like:

Buka Komentar